
Amanat.news – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. Terkait putusan tersebut, pengamat politik dari Universitas Brawijaya (UB), Tri Hendra Wahyudi, menyebut kemungkinan berdirinya partai lokal di daerah-daerah.
โDengan adanya dua rejim pemilu, nasional dan pemilu daerah, saya berpandangan bahwa ini bisa menjadi pintu masuk bagi aturan yang membolehkan adanya partai-partai lokal yang tidak hanya berlaku di Aceh tapi bisa jadi di kabupaten/kota atau propinsi yang lain,โ kata Tri Hendra melalui pesan suara kepada amanat.news, Minggu (29/6/2025).
Tri Hendra menjelaskan, konsekuensi logis penundaan pemilihan umum di daerah adalah potensi kekosongan masa jabatan anggota DPRD. Ia sepakat terhadap wacana mengisi kekosongan tersebut dengan perpanjangan masa jabatan anggota DPRD sampai pemilu berikutnya diselenggarakan.
โNah ini konsekuensi yang sifatnya politis dan cenderung administratif ya bagi anggota DPRD. Tapi yang juga perlu dipikirkan ada konsekuensi-konsekuensi yang sifatnya lebih esensial, lebih konstitusional,โ ungkap dosen jurusan Ilmu Politik tersebut.

Menurutnya, semua pihak perlu memikirkan bahwa putusan MK tersebut secara tidak langsung menunda hak politik peserta pemilu. Baik itu partai politik maupun calon anggota DPRD, untuk bisa berkompetisi dalam pemilihan umum.
Artinya, lanjut lulusan Ilmu Politik Unair tersebut, ada penundaan hak konstitusional mereka selama dua tahun. Termasuk bagi partai-partai baru, yang mau mendaftar turut serta di pemilu akan datang.
โUntuk di tingkat nasional mungkin tidak ada masalah, tapi di tingkat daerah ini menurut saya ada hak konstitusional yang kemudian ditunda selama dua tahun,โ ujarnya.
Di sisi lain, jika pemilu daerah itu diatur secara berbeda dengan pemilu nasional akan ada konsekuensi turunan yang mestinya patut dipertimbangkan oleh DPR RI atau oleh MK. Yaitu muncul dua rejim pemilu, rejim pusat dan rejim daerah.
โKompetisi itu kan kemudian bergantung pada siapa yang berkompetisi di dalamnya, yaitu partai politik. Kalau logika pemilu yang bertingkat itu diberlakukan maka logika kepesertaan pemilu yang bertingkat itu mestinya juga diberlakukan. Nah ini menurut saya adalah trobosan menarik yang patut dipikirkan oleh DPR RI dan juga MK,โ pungkasnya. HK