
Amanat.news – Seperti hari yang sama sebelumnya, Minggu pagi itu Aldo sudah tiba di pinggir Jalan Raya Sarangan – Tawangmangu. Mengendarai astrea grand tua keluaran 1997, sekitar 30 menit ia menempuh jarak 18 kilometer dari tempat tinggalnya di daerah Cepoko, Panekan, Magetan.
Hari Minggu dipilihnya untuk berjualan kopi di jalur wisata yang berada di lereng Gunung Lawu itu. Bila cuaca bersahabat, mulai pukul 9 pagi sampai sekitar pukul 5 sore dia akan memarkir motornya di bahu jalan, melayani para pembeli kopi.
“Di sini, Minggu yang paling ramai. Banyak orang healing, ke Sarangan atau Tawangmangu. Biasanya dari tempat-tempat itu, ada yang istirahat di sini. Ada juga yang memang ke sini sekadar buat ngopi di tempatku,” ucap Aldo saat ditemui Minggu lalu.
Motor yang mengantarkan Aldo ke lokasi itu menjadi lapak jualannya. Di atas jok motor dia pasang sebuah kotak kayu bertuliskan ‘Kopling AE’ dengan huruf kapital. Sangat mencolok, cukup jelas terbaca meski dari kejauhan.
“’Kopling’ itu singkatan dari kopi keliling, ‘ae’ ngambil dari kode plat nomor daerah sini, AE. Tapi juga bisa dibaca utuh ‘kopling ae’ yang artinya kopi keliling saja. Maksud saya, daripada yang lain mending beli di tempat saya saja..hehe,” papar Aldo menjelaskan arti ‘Kopling AE’.
Beberapa perlengkapan jualan dia tempatkan di kotak kayu berukuran 50 Cm x 35 Cm x 20 Cm itu. Ada kursi lipat, kompor portabel, ceret, dan puluhan paper glass. Berbagai macam kopi, mulai yang sachetan, sampai kopi-kopi Nusantara, minuman lain seperti teh, susu, atau coklat juga ada di situ.

“Kalau kopi Nusantara baru kopi dari Jawa saja, seperti kopi Temanggung, kopi Blitar, dan beberapa lagi. Yang lokal Magetan juga ada,” ujar pemilik nama lengkap Aldo Handiko itu.
Ngopi atau menikmati minuman lain di Kopling AE memiliki keasyikan tersendiri. Sambil duduk lesehan di tikar yang digelar Aldo di bahu jalan, kita bisa menikmati kesegaran udara Gunung Lawu, gemerisik pepohonan, dan melihat lalu lalang wisatawan.
Laki-laki 24 tahun itu menjamin kopi buatanya tidak akan membuat perut kembung. Alat-alat yang dia bawa, seperti kompor portabel, ceret, dan air mineral galon 15 liter, menjadi jaminannya. Semua minuman panas dia sajikan dengan air mendidih yang langsung dimasak di tempat.
“Air panasnya bukan dari termos, tapi langsung dimasak begitu ada pesanan. Jadi enak, nggak bikin kembung,” kata Edi, wisatawan dari Kediri yang sedang singgah di Kopling AE.
Aldo, yang asli kelahiran Ngariboyo, Magetan, November 2000, memulai berjualan kopi keliling sejak 2 tahun lalu. Sebelumnya berbagai pekerjaan pernah dia lakukan, mulai kerja di tempat hiburan malam, hingga jualan baju keliling.
Ketika wabah Covid 19 melanda, dia harus kehilangan pekerjaannya. Setelah pandemi usai, Aldo memutuskan untuk berjualan kopi keliling. Idenya dari ‘starling’, penjual kopi keliling menggunakan sepeda angin, yang banyak dijumpai di Jakarta.
“Tapi kalau saya memakai sepeda motor. Kebetulan saya sudah punya motor ini sejak kerja di Solo dulu,” cerita laki-laki yang selalu mengenakan wearpack warna biru saat berjualan itu.
Menurutnya, menjual kopi secara keliling tidak membutuhkan banyak modal dibanding berjualan di warung atau kedai. Dia tidak harus menyewa tempat dan membeli peralatan yang tentu mengharuskannya merogoh kocek lebih dalam.
”Yang pasti dengan jualan seperti ini, bisa jemput bola, menjemput pembeli. Kita bisa berpindah-pindah tempat kapan dan ke mana pun kita mau,” ungkapnya.

Di awal menjalankan Kopling AE, hampir setiap hari Aldo berjualan keliling dari satu tempat ke tempat lain. Satu gelas kopi dan minuman lain, rata-rata dia jual seharga Rp. 6 ribu. Dengan harga sebesar itu, Aldo mengaku bisa mengantongi ratusan ribu rupiah dalam sehari.
”Sehari rata-rata bisa laku 200 gelas. Kalau pas ramai malah bisa sampai 300 lebih,” imbuh Aldo.
Hasil yang cukup lumayan. Untuk pria lajang seperti dirinya, hasil itu lebih dari cukup untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Aldo pun menyarankan kawan dan generasi seusianya untuk mencoba bisnis ini.
“Buat orang seumuranku, atau anak-anak milenial, kopling bisa menjadi pilihan bisnis. Hasilnya lumayan. Bahkan saya bisa nabung lho…,” katanya.
Aldo benar, dia bisa menabung. Hasilnya berupa sebuah warung angkringan yang dia beri nama ‘Cuma Teman’ di Pandak, Cepoko. Suatu capaian yang dulu terasa berat baginya hingga memilih berjualan kopi keliling.
Warung angkringannya buka dari sore sampai tengah malam. Setiap hari, kecuali hari Minggu, saat Aldo harus kembali menjadi pedagang kopi keliling. Bersama motor Kopling AE, melayani pelanggan dan pembeli barunya di pinggir Jalan Raya Sarangan – Tawangmangu.
“Ini kan awal saya merintis usaha. Sejarah saya dari sini. Sayang juga kalau ditinggal, pelanggan saya sudah banyak,” pungkas Aldo. HK