Amanat.news – Guru Besar UINSA merasa senang ada ketua umum partai politik membuat pidato kebudayaan didasari realitas yang sedang dihadapi bersama. Jauh dari kebiasaan kebanyakan partai politik yang sehari-hari hanya mengurusi rebutan kursi kekuasaan.
“Jadi saya senang sekali. Suatu pidato yang keren karena didasari oleh suatu realitas yang sedang kita hadapi. Menurut saya itu sesuatu banget, menyentuh hati saya,” kata Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag.
Kepala Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M UINSA tersebut menyampaikan itu saat menjadi narasumber talkshow PAN Jatim PAN Membedah Pidato Kebudayaan Ketua Umum PAN ‘Indonesia Butuh Islam Tengah’, Senin (7/2/2022) malam.
Profesor Zainul mengungkapkan, bahwa dirinya juga sedang bergulat dengan wacana tentang Islam tengah seperti yang disampaikan Zulhas dalam pidatonya.
“Karena memang dalam hari-hari ini saya sedang bergulat dalam wacana , sedang riset tentang ini dan berhadapan dengan orang-orang yang mendelegitimasi wacana Islam tengah,” ungkap Prof Zainul.
Profesor Zainul menyebut bahwa Islam Tengah atau Islam wasathiyah yang disampaikan Zulhas adalah konsep Islam yang dibutuhkan Indonesia saat ini. Zulhas, kata Zainul, lewat pidatonya menunjukkan konteks mengapa Islam tengah dibutuhkan.
Konteks pertama, bangsa Indonesia sekarang ini sedang dihadapkan pada wacana keislaman yang berusaha membenturkan antara keislaman dengan keindonesiaan.
“Kalau kamu ingin berislam jangan berindonesia, kalau kamu berindonesia kamu mengkhianati Islam,” ujar intelektual yang akrab dipanggil Mas Inung itu.
Wacana seperti itu sangat kuat, dan sangat masif disiarkan oleh para dai lewat media sosial yang memiliki jutaan pemirsa. Saat ini betapa mudah mencari wacana keislaman yang dibenturkan dengan keindonesiaan.
“Jadi kita bisa bayangkan, jika ada orang mengatakan bahwa keberislaman dan keindonesiaan kita itu baik-baik saja, i can say i can not find anymore. Bahwa kita tidak sedang baik-baik saja,” lanjutnya.
Konteks lainnya adalah berkembangnya wacana bahwa orang semakin berislam semakin eksklusif. Padahal eksklusifisme keberagamaan ini akan mengarah pada segregasi sosial yang menciptakan diskriminsi, intoleransi, dan di ujung terjauh adalah terorisme.
Menurut akademisi yang barus saja dikukuhkan menjadi guru besar UINSA itu, Islam wasatiyyah dihadirkan karena ada kecenderungan praktik paham keberagamaan yang berlebihan.
Dalam definisi operasionalnya, Islam wasatiyyah adalah gagasan dan praktik keberislaman dalam rangka mewujudkan kehidupan bersama.
“Jadi Islam wasatiyyah bukan hanya untuk Islam itu sendiri, tapi paham dan praktek keberislaman dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan nilai-nilai kebaikan universal,” tegasnya.
Pada Sabtu, 29 Januari 2022, lalu, bertempat di Perpustakaan Nasional RI, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyampaikan pidato kebudayaan berjudul ‘Indonesia Butuh Islam Tengah’.
Ia membacakan pidatonya di hadapan beberapa tokoh politik, tokoh agama, tokoh intelektual, tokoh pers, tokoh seni dan budaya.
Zulhas mengatakan bahwa Konsensus yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa ini berhasil mengesampingkan perbedaan dengan tujuan utama Indonesia yang damai di tengah perbedaan, adil, dan sejahtera.
Boleh dikatakan, kata Zulhas, lahirnya negara Indonesia ini adalah buah dari perjuangan tokoh-tokoh Islam yang memiliki wawasan dan kepribadian tengahan atau moderat. Wajah Islam seperti inilah yang sampai sekarang mampu mengatasi perbedaan di Indonesia.
“Semestinya, pemikiran mengenai Islam moderat, Islam wasatiyyah, atau yang saya sebut Islam Tengah ini pulalah yang saat ini menjadi pijakan kita dalam berbangsa dan bernegara,” kata Zulhas.
Menurut Zulhas, Islam Tengah adalah perwujudan Islam yang mengedepankan moderasi yang dalam Bahasa Arab dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang).
Islam Tengah bukanlah sebuah kosep yang baru. Spirit Islam Tengah sudah lama hidup di Indonesia, sejak dilahirkan oleh para pendiri bangsa, terutama para tokoh Islam yang melihat Indonesia secara utuh dan berpegang teguh pada ‘pilihan terbaik’ atau wasathiyyah.
Pandangan dan sikap Islam Tengah ini sampai sekarang terus dihidupkan dan dikembangkan oleh mayoritas pemeluk Islam di Indonesia. Ini merupakan tafsir beragama yang diperlihatkan oleh ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Washliyah, Tarbiyah, dan lainnya.
“Saya kira, spirit Islam Tengah inilah yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang damai, memiliki stabilitas politik yang baik, dan kompatibel pada ide-ide kemajuan,” tegas Zulhas.
Zulhas menyampaikan, spirit Islam Tengah harus menjadi fondasi dan diaktualisasikan kembali dalam tatanan kehidupan sosial hari ini. Lebih jauh, pandangan Islam Tengah harus menjadi jalan politik Indonesia ke depan.
Sebab, Islam Tengah tidak hanya membawa misi ketuhanan, tapi juga misi kemanusiaan. Sudah saatnya bersama-sama membumikan kembali Islam Tengah, menjadikannya perbincangan publik Islam yang utama.
“Islam Tengah merupakan sebuah konsep keislaman dan jalan kebangsaan yang perlu menjadi panduan bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari,” ucap Zulhas. HK