Amanat.news – Pemerintah Jawa Timur tetap mengedepankan sisi kemanusiaan dalam penegakan peraturan pertambangan. Sikap ini dilakukan berkaitan dengan para penambang manual yang hanya bisa menggantungkan hidupnya dari pertambangan pasir.
“Pemerintah itu juga akan melihat dampak mereka yang menggantungkan hajat hidup dengan mencari pasir. Mereka kan punya anak istri. Ini kan juga harus dipertimbangkan,” ucap anggota Komisi D DPRD Jawa Timur, Heri Romadhon.
Heri, yang juga menjabat Ketua F-PAN DPRD Jatim, mengatakan hal itu saat menerima kunjungan puluhan mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), di ruang Banggar Gedung DPRD Jawa Timur, Kamis (16/6/2022).
Ia mengakui bahwa pemerintah, baik legislatif maupu eksekutif, berada dalam posisi dilematis berkaitan dengan persoalan penambangan pasir. Di satu sisi peraturan tidak membolehkan, di sisi lain ada ribuan warga masyarakat yang harus diperhatikan kehidupannya.
“Pernah beberapa waktu lalu, itu kita tertibkan yang di wilayah Mojokerto, Kediri, maupun juga di Blitar, Tulungagung, tetapi para penggali pasir di situ itu demo ‘Pak, kami itu hidup bisa membiayai anak, bisa makan itu karena kami jual pasir yang kami dapatkan dari Sungai Brantas’,” ungkap Heri.
Kebijakan yang diambil akhirnya tetap membolehkan penambangan dengan cara manual menggunakan alat-alat sederhana seperti cangkul, sekop, dan lain-lain. Karena penambangan pasir dengan cara ini tidak menimbulkan kerusakan seperti jika ditambang dengan alat-alat berat.
Para penambang tradisional tersebut, kata Heri, menggantungkan hidupnya hanya dari menambang pasir. Mereka tidak memiliki keahlian dan modal lain, dan itu dilakukan turun-temurun. Berbeda dengan para penambang bermodal besar yang menambang menggunakan alat-alat berat.
“Ini kan perlu hal-hal yang sifatnya kemanusiaan. Sehingga kita mempunyai kebijakan, boleh menambang asal tidak menggunakan mesin seperti diesel dan ekskavator,” jelas politisi yang juga menjabat Bendahara DPW PAN Jatim.
Kunjungan puluhan mahasiswa FIA UB ke DPRD Jawa Timur dipimpin oleh ketua pelaksana sekaligus ketua rombongan, Moh. Raihan Tsany Azurra dan Presiden Badan Eksekutif Mahasiwa FIA UB, Achmad Findy Rahadyan.
Dalam sambutan pengantarnya, Tsany menyebut pihaknya membawa tiga rekomendasi untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkaitan dengan permasalahan pembangunan di provinsi ini. Tiga hal tersebut adalah persoalan pertambangan, Bandara Kediri, dan Jalur Lintas Selatan (JLS).
Mengenai persoalan pertambangan di Jawa Timur, perwakilan mahasiswa Arrafli Frimansyah salah satunya menyebut kasus penambangan pasir Sungai Brantas di Tulungagung. Pemprov Jatim dalam menyikapi masalah ini tidak bertindak tegas, hanya sekadar memberikan pendekatan humanis.
“Tentu kita penting untuk melakukan pendekatan humanis tapi jika dia memang memang bersalah tentu harus kita tindak tegas. Pendekatan humanis saja itu tidak akan cukup memberikan efek jera kepada mereka yang nakal,” kata Rafli.
Berkaitan dengan penyelesaian permasalahan pertambangan ini, mahasiswa BEM FIA UB menyampaikan lima rekomendasi untuk Pemprov Jatim.
Pertama, menyusun Peraturan Daerah sebagai aturan teknis dalam menjabarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 55 Tahun 2022.
Kedua, membuka kembali dan menyelesaikan secara tuntas kasus akibat SK Gubernur yang menjadi penjabaran dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dengan penyelesaian yang diselaraskan dengan UU Nomor 3 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 55 Tahun 2022.
Ketiga, menyebutkan secara tegas peran pemerintah kabupaten/kota dalam ijin usaha pertambangan pada Peraturan Daerah yang akan dibuat.
Keempat, membentuk tim independen untuk mengkaji apabila ada penolakan warga terkait pengadaan tanah sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012.
“Kelima, menindak tegas individu, kelompok, maupun perusahaan yang terbukti melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tentang pertambangan dan pembangunan fasilitas pertambangan,” ucap Rafli yang dipercaya membacakan lima rekomendasi tersebut. HK