
Salah satu wayang yang dimiliki Dusun Kedakan pernah diisukan terbuat dari kulit manusia. Sangat disakralkan, wayang jimat selalu dinanti pementasannya setiap hari kedua bulan Syawal.
Amanat.news – Kedakan adalah dusun yang masuk dalam wilayah Desa Kenalan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dusun ini merupakan pemukiman terakhir di jalur pendakian Gunung Merbabu melalui pos pemberangkatan Ngablak.
Sekitar 1980-an, dusun tersebut pernah viral dalam pemberitaan media massa kala itu. Berawal dari salah satu wayang jimat, wayang kulit peninggalan Ki Ajar Daka, pepunden Dusun Kedakan.
Waktu itu tersiar kabar bahwa wayang tokoh Janaka atau Arjuna, terbuat dari kulit manusia. Isu ini akhirnya redup ketika penelitian ilmiah yang dilakukan beberapa universitas membuktikan bahwa wayang Arjuna terbuat dari kulit kerbau biasa.
Meski begitu, hasil penelitian tersebut tidak merubah sikap penduduk untuk tetap menyakralkan wayang jimat. Salah satu bentuk penyakralan berupa tradisi pentas wayang jimat setiap hari kedua bulan Syawal.
Pementasan dimulai tepat tengah hari, setelah ubo rampe dan segala sesuatunya siap. Biasanya digelar di rumah kepala dusun, dengan dalang tokoh setempat yang diberi kepercayaan menyimpan wayang.
Tempat pementasan berada di dalam rumah, di ruangan yang lantainya ditutup gelaran karpet dan tikar, tanpa panggung. Gamelan pengiring pun sangat minimalis, tidak seperti pentas-pentas wayang kulit umumnya, hanya berupa kendang, saron, kenong, gong, dan kecer.

Sekitar 70 tokoh wayang ditata berjajar, ditancapkan pada gedebog pisang di depan kelir (layar) yang warna putihnya sudah memudar. Usianya yang sudah ratusan tahun, kadang membuat wayang-wayang kulit itu harus mengalami pembetulan terlebih dulu.
Selain sudah sangat kusam warnanya, beberapa sambungan tangan maupun kakinya, juga ada yang putus. Bahkan gunungannya sudah terlihat tidak utuh lagi, penuh sobekan di sana-sini, sehingga jauh berbeda dengan bentuknya semula.
Sesaji lengkap diletakkan di sebelah ’panggung’. Terdiri dari pisang rojo, kelapa, nasi tumpeng, telor ceplok, kembang setaman, telur dadar, ayam goreng brutu, jenang abang putih, wedang kopi, dan wedang teh.
Tidak ada sinden dalam pementasan wayang jimat. Hanya ada seorang dalang dan empat orang panjak atau penabuh gamelan yang merupakan warga setempat.
Saat wartawan media ini melihat pementasan wayang jimat beberapa waktu lalu, ki dalang kala itu, Sumitro, mengenakan busana tradisional Jawa lengkap; kain jarit, surjan, dan blangkon. Sementara para panjak cukup mengenakan pakaian keseharian mereka.
Sumitro adalah sesepuh desa yang secara turun temurun mewarisi dan diberi kepercayaan menyimpan wayang jimat. Ia juga yang mewarisi naskah-naskah kuno yang ditulis di atas daun lontar peninggalan Kerajaan Mataram.
Salah satu keunikan pentas wayang jimat adalah tak seorang pun yang tahu lakon apa akan dibawakan ki dalang. Bahkan dalangnya sendiri pun tidak tahu, meski pementasan telah siap dimulai.
“Nanti kalau dupa sudah dibakar, termasuk saya baru akan tahu lakonnya apa,” jelas Sumitro dengan bahasa Jawa halus waktu itu.

Menurut Sumitro, pada saat itu roh Ki Ajar Daka hadir menyaksikan pementasan. Begitu dupa dibakar, ia ’memberi tahu’ kepada sang dalang lakon apa yang diinginkannya.
Setelah dupa dibakar, doa diucapkan, dan dalang meminum sesaji air kembang di depannya, pentas pun dimulai. Kotak dipukul, kecrek dipancal, gunungan diangkat, kemudian meluncurlah kata-kata pembuka sang dalang menyebut lakon yang bakal ia mainkan.
Seiring dengan itu, mulai berdatangan para penonton, yang sebagian berasal dari dusun-dusun di sekitar Kedakan. Sampe sore hari, mereka setia melihat pementasan wayang yang dimainkan hanya berpenerangan lampu neon, tanpa blencong.
Kepercayaan mendapat berkah dari wayang-wayang jimat itu yang membuat mereka setia menunggu selama berjam-jam. Bagi mereka, melihat pementasan wayang jimat, sama artinya dengan berziarah ke makam atau petilasan Ki Ajar Daka.
Warga percaya, hajat dan permohonan mereka akan lebih cepat dikabulkan karena roh Ki Ajar hadir di pementasan. Begitu pagelaran usai, mereka mengambil sesaji dan air kembang yang mereka yakini bisa menjadi obat mujarab mengatasi berbagai penyakit. HK