Caosan Lebaran, tradisi warisan leluhur yang sudah ada sejak puluhan tahun silam. Sebuah tradisi masyarakat di kaki Gunung Merapi yang digelar setiap hari pertama Idul Fitri.
Amanat.news – Salat Id di pelataran Pendopo Padepokan Tjipto Boedojo, Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, baru saja usai. Bunyi mercon pun masih berdentuman, ketika puluhan laki-laki bergantian masuk ke pendopo padepokan yang terletak di kaki Gunung Merapi itu.
Mereka yang sebagian berpakaian adat Jawa; surjan, kain bebet, dan blangkon, berjalan kaki dari rumah masing-masing. Cething, wadah dari anyaman bambu berisi nasi, sayur, dan lauk pauk, menjadi bawaan mereka.
Di lantai pendopo yang sudah digelari tikar, barang-barang bawaan dikumpulkan jadi satu. Mereka kemudian duduk bersila mengelilingi makanan-makanan yang mereka bawa.
Sesaat kemudian, Danuri, sesepuh dusun, memimpin doa yang diamini secara takzim oleh mereka yang hadir. Dalam doa yang dilantunkan dengan bahasa Jawa halus, Danuri mengucapkan rasa syukur kepada Gusti penguasa jagad atas limpahan berkah selama ini.
Juga terimakasih kepada para ‘penunggu desa’ atas bantuannya menjadi jembatan doa bagi seluruh warga. Danuri menguncapkan permintaan maaf kepada Gusti Allah, bila selama membantu penduduk, para ‘penunggu desa’ melakukan kesalahan.
Itulah Caosan Lebaran, sebuah tradisi warisan leluhur yang sudah ada sejak puluhan tahun silam. Sebuah tradisi yang digelar setiap lebaran hari pertama, meski pun terkadang hari pertama Idul Fitri tidak bersamaan.
Menurut pimpinan Padepokan Tjipto Boedojo, Sitras Anjilin, inti tradisi ini adalah persembahan untuk Tuhan. Sebagai ucapan rasa syukur karena penduduk telah berhasil menjalani ibadah puasa, kemudian merayakan Lebaran.
“Selain itu, untuk nyaosi bekti dahar (memberi sesaji makanan) pada para leluhur. Agar putra wayah (anak cucu) selalu diberi keselamatan dan kesejahteraan,” lanjutnya.
Untuk para leluhur dan ‘penunggu desa’, terutama yang bersemayam di dusun dan Gunung Merapi, tradisi caosan sebenarnya diadakan setiap bulan. Namun, kenduri saat Lebaran terasa lebih istimewa karena berkaitan dengan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk dusun.
“Caosan ini juga bermakna methukke (menyambut) dan menghormati Kanjeng Nabi Muhammad sebagai pembawa Islam,” imbuh Bambang Tri Santoso, sesepuh lain Dusun Tutup Ngisor.
Setelah doa-doa selesai diucapkan dan diakhiri dengan pembacaan ‘Al-Fatihah’, makanan dibawa kembali ke rumah masing-masing. Bersama keluarga, mereka merayakan lebaran dengan bersantap nasi kenduri beraroma doa.
Warga Dusun Tutup Ngisor percaya nasi, sayur, dan lauk-pauk yang sudah didoakan tersebut akan membawa berkah untuk seluruh keluarga. Berupa berkah keselamatan, kesejahteraan, dan kekuatan mengolah lahan sekaligus menjaga alam sebagai petani di kaki Merapi.
Beberapa laki-laki berpakaian adat Jawa kemudian kembali masuk pendopo. Para seniman petani ini menuju ke seperangkat gamelan yang sudah tertata rapi di panggung.
Dari tangan-tangan mereka mengalun gending-gending karya para pujangga Mataram; Sri Wilujeng, Subo Kastowo, Sri Kacarios, Sri Rejeki, Asmaradhana dan Pangkur. Mengalun pula gending Sri Dhandhang yang diciptakan Romo Yoso Sudarmo, pendiri Padepokan Tjipto Boedojo.
Semua tembang berisi permohonan dan harapan masyarakat atas keseluruhan hidupnya kemudian. Tembang-tembang yang semakin membawa suasana hening di dusun yang saat erupsi Merapi lalu semua warganya ikut mengungsi.
Tembang Sri Wilujeng bertutur tentang permohonan keselamatan terhadap Tuhan, Subo Kastowo menyimbolkan pesowanan (penghadapan) warga kepada Tuhan dan para leluhur. Sri Kacarios bercerita tentang kebudayaan para raja dan pemahaman rakyat bahwa kraton sebagai pusat budaya.
Sri Rejeki adalah permohonan rezeki kepada Tuhan karena sadar bahwa orang hidup membutuhkan rezeki, Sri Dhandhang berisi permohonan kepada Tuhan agar terhindar dari hal-hal buruk. Sementara Asmaradhana sebagai simbol kegembiraan masyarakat dan semangat menjalani hidup.
“Pangkur menjadi penutup. Mungkur atau berpamitan kepada para leluhur, setelah kami memohon lewat persembahan tembang-tembang tadi,” ucap Sitras. HK
