Amanat.news – Rumah tersebut adalah rumah perjuangan, rumah tempat lahirnya tokoh-tokoh bangsa. Di rumah kos yang beralamat di Jalan Peneleh Gang VII nomor 29-31, Surabaya, ini, Soekarno, Muso, Alimin, Darsono, Semaun, dan Kartosoewirjo, pernah tinggal.
Mereka bukan hanya ngekos, tetapi juga belajar tentang pemikiran-pemikiran politik dari Sang Guru Bangsa, HOS Tjokroaminoto. Dari sumber yang sama, mereka kemudian menjadi penggerak lahirnya kemerdekaan Indonesia.
Ke rumah itu pula, kader-kader PAN Jawa Timur berkunjung dalam rangka menyambut peringatan Hari Pahlawan 2025. Sebuah napak tilas untuk menyesap semangat perjuangan kemerdekaan, menghargai perbedaan, dan menjaga persatuan demi kemajuan Indonesia.
โGurunya sama, Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Ia yang memberi semangat motivasi kepada anak-anak muda itu. Tapi begitu keluar, dengan melihat kondisi bangsa pada saat itu menuju kemerdekaan, punya pikiran-pikiran yang berbeda bagaimana menata negara,โ kata Ketua DPW PAN Jatim, Ahmad Rizki Sadig, Minggu (2/11/2025).
Selepas dari rumah itu, Sukarno tumbuh menjadi seorang nasionalis, sedangkan Muso, Alimin, Darsono, dan Semaun, kemudian dikenal sebagai tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Sementara Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Beberapa tokoh โlintas ideologiโ seperti KH Ahmad Dahlan, Agoes Salim, dan Tan Malaka juga disebut pernah singgah ke Rumah Tjokro. Mereka datang untuk berdiskusi dan belajar ideologi kebangsaan dari Sang Raja Jawa tanpa Mahkota.
Bagi Rizki Sadig, rumah bergaya Jawa yang sebelumnya pernah dimiliki keluarga Tionghoa itu, merupakan monumen penting bagi perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia. Dari rumah ini, bangsa Indonesia bisa belajar bagaimana menghargai perbedaan dan menjaga persatuan.
โJadi berbeda itu biasa-biasa aja, tapi tujuannya untuk tanah air Indonesia. Jadi gak usah alergi dengan perbedaan, tapi yang penting persatuan jiwa kita, merah putihnya harus tetap dijaga,โ ujar anggota Fraksi PAN yang duduk di Komisi XI DPR RI itu.
Menurut Rizki, rumah sederhana yang dibuka sebagai kos-kosan pada 1912 itu, harusnya juga menjadi cermin refleksi bagi anak-anak muda. Dari rumah tersebut, generasi saat ini, yang sering disebut sebagai Gen-Z, bisa belajar bahwa capaian besar tidak selalu diawali lengkapnya fasilitas.
โGenerasi Z yang mungkin terbiasa dengan hal-hal ย instan, hal-hal yang sifatnya fasilitas, kita lihat ini, pendiri-pendiri bangsa tumbuh dari lokasi yang sangat sederhana, kos-kosan. Bersama-sama dengan fasilitas apa adanya, tetapi menghasilkan pikiran-pikiran besar untuk mendirikan negara Indonesia,โ pesan Rizki.
Dalam autobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, Sukarno bersaksi bahwa rumah milik Tojkroaminoto itu terbilang โjelekโ dan โsemua kamar sama buruknyaโ. Rumah tersebut dibagi menjadi kamar-kamar kecil berjumlah 10.
Kamar Sukarno sendiri berada di loteng, tidak berpintu dan tanpa jendela sehingga selalu gelap. Untuk tidur, Sukarno dan penghuni kos yang lain, hanya beralas tikar pandan, tanpa kasur.
โKita, terutama para Gen-Z, harus belajar itu. Jadi, lagi-lagi buat anak muda Indonesia tetap semangat. Apapun kondisinya kita tetap harus bisa survive, adaptasi membangun bangsa Indonesia,โ pungkas ย Rizki Sadig. HK
