Amanat.news – Sejumlah Kantor Perwakilan Dagang (KPD) milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur terungkap dalam kondisi tidak layak dan hanya menghabiskan anggaran. Komisi B DPRD Jatim bersikap tegas terhadap persoalan ini dengan meminta KPD tersebut dievaluasi dan ditutup.
“Kami minta Kantor Perwakilan Dagang di 20 Provinsi agar segera di evaluasi dan ditutup semuanya,” tegas Wakil Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur, Amar Saifudin, kepada sejumlah wartawan di Gedung DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura, Surabaya, Rabu (7/9/2022).
Amar mengatakan itu usai rapat terbatas antara Komisi B DPRD Jatim dengan jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim. Komisi B bersikap tegas setelah mengetahui fakta-fakta yang tidak sesuai antara anggaran dengan kondisi KPD.
“Misalnya KPD di Bali, menyewa ruko namun di bawahnya dijadikan warung kopi. Kemudian di Palembang kantor KPD tidak ada aktivitas dan mirip bengkel,” ujar anggota Fraksi PAN tersebut.
“Dan ternyata setiap tahun anggaran untuk mensupport KPD tersebut nilainya mencapai 3,35 Miliar Rupiah,” imbuh Amar.
Menurut keterangan Disperindag, dari 26 KPD yang dimiliki Pemprov Jatim, hanya tersisa 20 KPD yang katanya masih aktif. Enam KPD di Sumatera Barat, Aceh, Gorontalo, Bengkulu, Sulawesi Tengah, dan Riau sudah ditutup pada 2022 ini.
“Tapi laporan yang kami terima, mayoritas KPD tidak layak fungsi. Sehingga tidak perlu dianggarkan. Lebih baik semua KPD ditutup dan dialihkan transaksi secara online saja,” urai Amar.
Mantan Wakil Bupati Lamongan ini melihat adanya pemborosan anggaran. Karena tidak semua KPD ini beroperasi namun tetap saja mendapatkan anggaran setiap tahun. Menurut laporan Disperindag, 45 persen dari total belanja Rp 3,35 digunakan untuk sewa bangunan dan selebihnya untuk honor petugas.
“Tapi kantornya mayoritas hanya ruangan kosong tanpa aktivitas,” ujar legislator yang terpilih dari Dapil Jawa Timur XIII (Gresik – Lamongan) itu.
Amar mengusulkan anggaran KPD itu segera dialihkan untuk program bermanfaat lainnya. Misalnya untuk membantu sertifikasi halal produk UMKM Jatim. Karena untuk sertifikasi halal ini perlu biaya sekitar Rp3 juta setiap satu produk.
“Kalau Rp. 3 miliar lebih itu dipakai untuk membantu sertifikasi halal produk, bisa membantu 1.000 UMKM dan ini jelas lebih bermanfaat,” terangnya.
Selain Anggaran KPD, Komisi B juga menyoal kegiatan Misi Dagang yang dilakukan di luar provinsi. Amar menyebut Misi Dagang ini juga program pemborosan uang rakyat. Di 2022 ini kegiatan Misi Dagang dianggarkan Rp. 6,7 miliar dan hingga September sudah terserap Rp. 4 miliar lebih.
“Misi dagang juga tidak efektif, karena hanya kegiatan seremonial yang menghabiskan anggaran. setelah kami cek ternyata transaksi-transaksi di Misi Dagang itu hanya catatan di atas kertas saja, tapi realisasinya jauh dari yang diberitakan,” ungkapnya.
“Lebih baik anggaran misi dagang sebesar itu dialihkan untuk bantuan permodalan usaha-usaha kecil dan menengah agar ekonomi masyarakat Jatim segera pulih dari pandemi,” pungkas Amar. HK