
Amanat.news – Komisi E DPRD Jawa Timur akan memanggil Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur untuk meminta penjelasan mengenai masalah proyek pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Proyek senilai Rp171 miliar ini diduga bodong dan merugikan puluhan kontraktor.
“Komisi E berusaha membantu menyelesaikan persoalan ini dengan memfasilitasi bertemu dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jatim agar kerugian sebesar Rp. 171 miliar yang dialami 54 pengembang dapat terlesaikan,” kata Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Suli Da’im, dalam keterangannya, Sabtu (12/4/2025).
Menurut legislator Fraksi PAN itu, penjelasan lebih lanjut dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur diperlukan untuk menjawab permasalahan tersebut. Dinas Pendidikan Provinsi pasti mengetahui karena seluruh dana alokasi khusus (DAK) dari pusat.
Diberitakan, puluhan kontraktor mengadu ke Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur. Mereka mengaku telah menjadi korban proyek pembangunan dan rehabilitasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) senilai Rp171 miliar.
Sampai saat ini uang sebesar itu belum terbayarkan. Padahal, para kontraktor telah mengerjakan, bahkan sebagian sudah menyelesaikan pekerjaan sesuai yang dijadwalkan.
Suli menjelaskan, proyek tersebut melibatkan 67 SMK di berbagai wilayah di Jawa Timur dan 54 pengembang. Antara lain tersebar di Trenggalek, Malang, Probolinggo, Sumenep, hingga Gresik.
“Bentuk pekerjaannya beragam, mulai dari pembangunan gedung baru, ruang kelas baru hingga melanjutkan atau rehab gedung,” ujarnya jelas Suli.
Para kontraktor menilai proyek tersebut adalah pekerjaan yang legal. Pasalnya, seluruh proses administrasi, termasuk penandatanganan dokumen, dilakukan di Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jatim di Malang.
“SPK( Surat Perjanjian Kerja) jelas, bahkan bisa dijadikan agunan ke Bank Jatim. Secara legalitas, ini memperkuat kepercayaan mereka untuk mengerjakan proyek ini,” imbuh wakil rakyat yang terpilih dari Dapil Jatim IX itu.
Suli menyayangkan ketidak pahaman kontraktor-kontraktor tersebut terhadap aturan main proyek di pemerintahan. Selama ini mereka belum pernah mengerjakan proyek pemerintah.
”Akibatnya, mereka bingung meminta kepada siapa untuk mendapatkan ganti uang yang sudah digunakan. Ada yang sudah selesai, ada yang sudah dikerjakan 50%. Faktanya, proyek tersebut tidak bisa diklaimkan,” sambung Suli.
Bahkan, ungkap Suli, saat audensi dengan Inspektorat Kemendikbud, lembaga ini menyatakan tidak tahu menahu. Pejabat yang selama ini berkomunikasi dengan mereka sudah tidak lagi berada di bidang yang dahulu mereka tempati.
Ia menyarankan agar ke depan para kontraktor maupun lembaga pendidikan lebih berhati-hati. Ketika menerima dan menggarap tawaran proyek bantuan dari pemerintah harus cek dan ricek terlebih dulu.
”Agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” tandas Wakil Ketua DPW PAN Jawa Timur itu. HK