Amanat.news – Anggota Komisi I DPR RI, Ahmad Rizki Sadig, menyampaikan bahwa pembahasan Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) sedang dalam pembahasan konsinyering antara pemerintah dan DPR. Perbedaan pandangan antara Komisi I dan pemerintah terkait badan pengawas pelaksanaan aturan ini nanti yang membuat pembahasan belum berlanjut ke tahap selanjutnya.
“Kalau undang-undangnya sudah hampir selesai, beberapa pasal krusial sudah selesai, kecuali pasal tentang kelembagaan badan pengawas yang masih menjadi perdebatan,” kata Rizki.
Rizki mengatakan itu saat menjadi pembicara Talkshow Nasional “Polemik Freedom of Speech Sebagai Penerapan Cyber Democracy di Indonesia” yang diselenggarakan Airpol 6.0 Himaprodi Ilmu Politik, Unair, Minggu (21/11/2021).
Pernyataan Rizki disampaikan untuk meluruskan pernyataan pembicara sebelumnya, Luky Sandra Amalia. Luky mengatakan bahwa RUU PDP belum disahkan karena di DPR masih banyak perbedaan pandangan.
“Sebetulnya RUU-nya sudah ada sejak 2020, tetapi belum disahkan. Alasannya adalah karena di DPR masih banyak perbedaan pandangan, jadi belum satu suara,” ujar peneliti Pusat Riset Politik BRIN itu.
Rizki menjelaskan, bahwa sejak periode 2014-2019, justru DPR yang banyak mendorong perlunya UU PDP. Bahkan Partai Amanat Nasional, melalui Wakil Ketua Komisi I, Hanafi Rais, gencar menyuarakannya.
Perkembangan terbaru, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah melakukan konsinyering dengan DPR September lalu. Namun, ada perbedaan pandangan antara Komisi I dan pemerintah terkait lembaga yang melakukan pengawasan pelaksanaan UU.
Komisi I DPR RI, khususnya Panitia Kerja RUU PDP, mengharapkan pengawasan pelaksanaan undang-undang dapat melibatkan unsur independen yang objektif, jelas, konkret, dan terukur. Dengan demikian, pelaksanaan UU PDP nantinya dapat memunculkan kesetaraan pihak swasta dan publik.
Belakangan, pemerintah kembali pada sikap awal yang menginginkan pembentukan otoritas PDP di bawah Kominfo. Padahal sebelumnya, pemerintah menyetujui usulan DPR untuk membentuk otoritas PDP yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada presiden.
“Perdebatan terjadi di mana pemerintah, dalam hal ini Kominfo, menginginkan lembaga pelaksana PDP itu ada di bawah Kominfo. Sementara dari DPR menginginkan lembaga itu berdiri secara independen, setidaknya di bawah koordinasi presiden, sehingga tidak ada intervensi” jelas Rizki.
Legislator yang menjabat Ketua DPW PAN Jawa Timur itu juga menjelaskan proses lain dalam pembahasan RUU PDP. Bahwa DPR juga mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan para pemikir, ahli, lembaga sosial masyarakat, dan pihak swasta.
Sebagai tambahan informasi, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), menyampaikan catatan tentang pentingnya otoritas PDP yang independen.
Pertama, meletakkan otoritas PDP di bawah Kominfo sebagaimana usulan pemerintah, berpotensi menjadikan tujuan perlindungan data pribadi tidak akan bisa dicapai.
ELSAM menilai, Kominfo akan duduk sebagai pemain sekaligus wasit (pengendali data sekaligus juga pengawas terhadap dirinya sendiri). Kominfo ditengarai bakal sulit mengambil keputusan secara objektif dan adil.
Kedua, meletakkan otoritas PDP sebagai lembaga pemerintah atau lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) membuat posisinya rentan dibubarkan.
Hal ini mengingat bahwa pada dasarnya LPNK adalah institusi pemerintah, yang berada di bawah wewenang presiden sebagai kepala tertinggi pemerintahan.
Ketiga, menempatkan otoritas PDP sebagai badan di bawah kementerian atau LPNK dinilai berisiko besar pada keefektifan dalam pengambilan keputusan.
Bila otoritas ditempatkan di bawah Kominfo misalnya, berpotensi terjadi kerancuan ihwal pengambil keputusan tertinggi antara Kepala Otoritas atau Menteri Kominfo. HK