Amanat.news – Termotivasi oleh kata-kata Bung Karno, Slamet Ariyadi membulatkan tekad untuk bertarung memperebutkan kursi DPR RI. Tekad dan kegigihannya berhasil merubah cibiran yang meragukan kemampuannya menjadi keberhasilan.
Terbilang masih hijau dalam dunia politik dan baru pertama kali bertarung di pemilu legislatif pada 2019, kesuksesan Slamet menjadi anggota DPR RI bisa disebut luar biasa. Kala itu ia berhasil mendulang tak kurang 130 ribu suara, bersaing dengan para ‘penguasa’ Dapil Jatim XI seperti almarhum Nizar Zahro (Gerindra) dan Said Abdullah (PDIP).
“Jadi memang butuh kerja keras, karena sebelumnya PAN di Madura tidak mendapat kursi dan saya orang baru,” kata Slamet saat berbincang dengan amanat.news di Kantor DPW PAN Jatim beberapa waktu lalu.
Slamet Ariyadi lahir di Desa Gunung Rancak, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, 30 September 1990. Ia adalah salah satu anak-anak laki dari sembilan bersaudara yang lahir dari sebuah keluarga petani.
Seperti kebanyakan anak-anak muda Madura, masa remaja Slamet juga dihabiskan di pondok pesantren. Selepas menuntut ilmu di SD Gunung Rancak 1 dan SMP N 1 Robatal, ia melanjutkan pendidikannyadi Pondok Pesantren Nazhatut Thullab.
Berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana, rupanya tak menghalangi Slamet untuk melangkah lebih maju. Kegigihannya nampak saat ia menjadi mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
“Karena keterbatasan biaya, saya sempat nyambi jadi kuli bangunan. Dua setengah tahun itu saya lakukan. Alhamdulillah, meski sampai enam tahun, akhirnya saya bisa lulus kuliah,” ungkap Slamet.
Bahkan dari kerja kerasnya tersebut Slamet berhasil membuka warung makan di dekat kampusnya. Sebuah warung sambal penyet yang harganya sangat terjangkau kantong mahasiswa maupun masyarakat sekitar.
Warung itu juga menjadi awal Slamet menapaki keberhasilan di sisi hidupnya yang lain. Di tempat itu ia mengenal seorang gadis yang kelak kemudian hari menjadi pendamping hidupnya.
Meski harus kuliah sambil bekerja, Slamet tetap bisa membagi waktunya untuk berkegiatan di organisasi. Ia tercatat sebagai kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), bahkan kemudian dipercaya menjadi Wakil Presiden Mahasiswa UTM.
Sepak terjang Slamet di organisasi, kemudian memicu kawan-kawan Slamet memotivasinya maju dalam kontestasi Pemilu 2019. Tidak tanggung-tanggung, ia didorong maju sebagai calon anggota legislatif DPR RI.
Mengapa langsung DPR RI, kawan-kawan Slamet berargumen agar ada keterwakilan dari anak-anak muda. Sebab selama beberapa pemilu, Dapil Madura selalu diwakili anggota-anggota dewan dari kalangan tua.
“Motivasi mereka juga karena teringat apa yang pernah disampaikan Bung Karno ‘beri aku 10 pemuda maka akan kugoncang dunia’. Mereka berdoa salah satu dari 10 pemuda itu adalah saya,” ujar Slamet.
Karena motivasi tersebut, ia akhirnya membulatkan tekad untuk ikut bertarung sebagai caleg DPR RI. Namun, melihat latar belakangnya yang dari keluarga biasa, banyak yang meragukan keputusan Slamet ini.
“Banyak cemooh, cibiran, siapa sih itu Slamet, mau ke mana dia kok mimpi. Bisa dapat 2000 suara saja sudah hebat,” kata Slamet menirukan cibiran orang-orang waktu itu.
Show must go on, Slamet tak menghiraukan suara-suara minor dari orang-orang yang meragukannya. Ia mantap melangkahkan kaki menuju kantor PAN, partai yang ia pilih sebagai kendaraan politik mewujudkan cita-citanya menyejahterakan masyarat Madura.
“Saya sebagai orang yang terlahir dari pendidikan pesantren tidak pernah menggubris cibiran dan cemoohan itu. Artinya saya selalu ikhtiar, berusaha, yang penting saya selalu optimis dengan apa yang saya lakukan demi mencapai tujuan mulia ini,” tegas Slamet. HK/Bersambung
