Amanat.news – Namanya singkat. Subkhi. Satu kata ini saja pemberian orang tuanya. Tapi oleh kalangan seniman mural atau yang sering disebut muralis, ia mendapat tambahan nama. Subkhi Smart. Nama yang merujuk dari sanggar seninya, ‘subkhi mural art’.
Sabtu malam lalu, sekira pukul 23.00 WIB, Subkhi menghidupkan sepeda motor kesayangannya. Honda Supra 125 keluaran 2006. Tas berisi pakaian seperlunya dan sebuah ember berisi peralatan gambar, telah ia siapkan. Malam itu, ia akan memulai perjalanan jauh, ke Surabaya. Ikut lomba mural PAN Jatim.
“Begitu tahu ada lomba mural PAN Jatim dari grup WA, saya langsung pingin ikut,” kata Subkhi kepada amanat.news.
Rumah Subkhi di Kampung Karanggading, tak jauh dari Bukit Tidar, Kota Magelang, Jawa Tengah. Sekitar 350 kilometer jarak yang harus ia tempuh untuk sampai di Surabaya. Sendirian. Mengendarai motor, jarak sejauh itu normalnya dapat ditempuh 8 – 10 jam.
“Saya ini ngantukan kalau naik motor gitu, Mas. Jadi ya bolak-balik berhenti tidur. Sampai Surabaya siang, jam setengah satuan. Ya di jalan 13 jam lebih lah,” ujarnya.
Sampai di Surabaya ia langsung menuju Kantor DPW PAN Jawa Timur di Jalan Darmokali. Siang itu para peserta lomba mural memang diundang untuk mengikuti technical meeting. Selain Subkhi, ada 24 peserta lain, baik yang mewakili komunitas mural maupun perorangan.
“Kebanyakan dari Surabaya dan sekitaran Jawa Timur, tapi juga ada dari kota-kota yang cukup jauh, seperti Magelang dan Jepara,” jelas Ketua Panitia Lomba, Chandra HP Kusuma.
Dua puluh lima muralis itu berlomba melukis mural untuk memeriahkan HUT ke-25 Partai Amanat Nasional. Temanya Colors in Unity. Ada 25 titik mural yang harus mereka kerjakan. Sesuai angka HUT PAN. Titik-titik itu berupa lembaran vinyl putih berukuran 2 m x 3 m yang tersebar di beberapa sudut Surabaya.
“Sebagai seorang pelaku seni mural, gerakan saya memberi edukasi masyarakat. Event-event semacam ini lah yang saya butuhkan untuk interaksi dengan masyarakat, untuk menyampaikan ide-ide dan gagasan saya,” kata Subkhi tentang motivasinya ikut lomba mural Colors in Unity.
Subkhi mendapat titik mural di Jalan Bubutan. Ia menggambar sosok laki-laki berpeci dan memakai jas biru dengan emblem lambang PAN di dada. Tanpa wajah, hanya simbol tanda tanya di mukanya.
Menurut Subkhi, sosok tersebut adalah gambaran calon anggota legislatif PAN. Si caleg sedang merangkul dan memayungi seorang petani. Di bawah sosok caleg dan petani ini membentang seuntai pita bertulis ‘PAN 12 Siap Bantu Rakyat’.
“Saya gambar caleg tanpa wajah agar mencakup semua caleg. Memayungi mengandung arti melindungi atau membantu. Secara harafiah melindungi agar tidak terkena panas dan hujan, tetapi sebenarnya simbol membantu saat terkena masalah,” papar Subkhi.
Sementara sosok petani menggambarkan atau mewakili rakyat kecil. Golongan rakyat yang seringkali butuh bantuan, dari masalah pertanian, bencana, pendidikan, budaya, hingga peribadatan.
“Sesuai semangat HUT ke-78 NKRI dan tema Colors in Unity, dalam memberi bantuan ke rakyat PAN tidak membedakan suku, agama, maupun golongan,” imbuh laki-laki 48 tahun itu.
Bukan kali ini saja Subkhi melakukan perjalanan jauh dengan sepeda motor. Kota-kota seperti Bogor, Merak, Malang, sudah pernah dia datangi untuk mengikuti kompetisi mural atau undangan komunitas.
“Selain suka, naik motor itu memudahkan saya, bisa sampai di tempat tujuan tanpa bingung mencari angkutan umum. Misalnya kalau saya harus turun di Terminal Bungurasih, ke Kantor PAN masih harus pindah angkutan lagi,” ungkapnya.
Memudahkan dan suka. Itu saja alasannya. Bukan soal hemat biaya atau apa. Karena secara ekonomi dia sudah merasa cukup. Usaha reklame dan rental mobil yang ia miliki mampu menopang hidup istri dan anak-anaknya, serta mendukung aktifitasnya sebagai seniman mural.
“Saya ini orang merdeka, bisa kemana-mana sewaktu-waktu saya suka dan pakai biaya sendiri,” ujar bapak 3 anak ini.
Mengikuti event mural yang diadakan oleh partai politik, juga bukan yang pertama kali. Sebelum PAN, dia juga pernah beberapa kali mengikuti kegiatan serupa di partai lain. Ia menepis anggapan orang yang mengatakan seniman alergi dengan partai politik.
“Kami, komunitas mural dengan partai politik justru saling support. Parpol memfasilitasi seni kami, kami mendukung program parpol. Selama program partai itu baik, mengapa harus kita hindari,” kata laki-laki kelahiran Pulau Kundur, Kepulauan Riau, itu.
Subkhi memiliki bakat melukis sejak kecil. Kemampuannya kemudian ia asah di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Jogjakarta yang diselesaikannya pada 1998. Saat ini Subkhi tercatat sebagai ketua Komunitas Paku Tidar, wadah seniman mural di Kota Magelang.
Selain mengajar melukis di sanggarnya, mengikuti kompetisi mural menjadi aktivitas utama laki-laki yang lahir dari pasangan Subut dan Wasiati ini. Berbekal konsep gambar yang matang, banyak kompetisi mural ia menangkan.
“Saya selalu menyiapkan konsep agar menang. Tujuannya bukan sekadar hadiah, tapi justru untuk memotivasi muralis-muralis muda untuk menang. Agar tertantang bisa mengalahkan saya,” pungkas anak ke-2 dari 4 bersaudara ini. HK