
Amanat.news – ”Kami sudah punya konsep jadi warga desa yang duitnya banyak, damai, dan sejahtera, Mas. Dengan konsep integrated farming, one zone ten products,” kata laki-laki berkacamata itu mengawali obrolan.
Pagi itu, Anna Luthfie sudah berada di kebun duriannya yang ia namai Republik Durian Farm. Ia berdiri di bawah salah satu pohon durian yang berbuah lebat. Memakai topi fedora ala cowboy, kaos oblong, celana pendek, yang semua berwarna putih, wajahnya terlihat bungah.
“Ini jenis durian bawor yang kami tanam empat tahun lalu. Luar biasa ini, jenisnya besar,” ujarnya.
Kebun durian yang dikelola Anna cukup luas. Sekitar 4 hektar di Dukuh Sendung, Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. Ada 100 lebih pohon durian yang ia tanam. Semua dari jenis premium; bawor, musangking, black thorn, dan super tembaga.
Empat jenis durian tersebut memiliki harga jauh di atas durian jenis lain. Di pasaran, harga black thorn mencapai Rp. 600 ribu per kilogram, musangking Rp. 500 ribu per kilogram. Bawor yang relatif murah, Rp. 200 ribu per kilogram. Sementara super tembaga bisa mencapai Rp. 1,5 juta.
Anna Luthfie pantas bahagia. Saat ini sudah panen yang ke-3 untuk jenis bawor, musangking, dan black thorn. Meski untuk pembeli di kebunnya ia hanya mematok harga separuh dari harga pasaran, cuan gede bakal diraupnya.
Anna menghitung, 1 pohon musangking dan black thorn usia 5 – 6 tahun bisa menghasilkan uang Rp. 20 juta – Rp. 30 juta per tahun. Ini berarti, kebun skala satu hektar dengan populasi 100 pohon di usia lebih 5 tahun nilai ekonominya sekitar Rp. 2 miliar – Rp. 3 miliar.
”Kalau seribu pohon ada potensi Rp. 20 miliar – Rp. 30 miliar, kalau tanamnya sepuluh ribu pohon berarti ada potensi Rp. 200 miliar – Rp. 300 miliar per tahun. Itu belum nilai jualan dari produk turunan buah durian berupa makanan dan minuman. Bisa lebih dahsyat lagi,” jelas Anna.
Anggota DPRD Jawa Timur 2009 – 2024 itu lantas bercerita tentang konsep integrated farming one zone ten products yang ia sampaikan di awal. Arti sederhananya, setiap kawasan yang berbasis desa didorong untuk melahirkan 10 produk unggul.
”Konsep ini saya lahirkan dari proses belajar secara mendalam selama 5 tahunan ini. Ini konsep menyempurnakan konsep Pak Basofi Soedirman almarhum,” kata Anna.
Saat menjabat Gubernur Jawa Timur, 1993 – 1998, Basofi Soedirman memiliki program pembangunan desa ’one village one product’. Sebuah program untuk mendorong satu desa memiliki satu produk unggulan sehingga bisa mengangkat perekonomian masyarakat.
“Petani ndak bakal punya tabungan kalau hanya didorong memiliki 1 jenis produk walaupun itu unggul, karena luas lahan petani kita semakin menyempit. Karena itu, kalau mau benar-benar berjuang untuk kaum tani dan pembangunan desa, mesti jalankan konsep saya,” ungkapnya.
Pengurus PAN Jatim ini menjelaskan, dalam konsep one zone ten product, durian tetap menjadi produk pokok sebuah kawasan perkebunan. Sebelumnya, perkebunan ini harus ditetapkan luas kawasannya, misalnya 5 atau 10 hektar di desa.
Kemudian, di kebun durian tersebut dibangun kolam-kolam ikan bioflok dengan diameter 3 meter. Kolam ini berfungsi sebagai penyimpan cadangan air dan pengairan sekaligus penyuplai pupuk untuk pohon durian.
Ikan lele dan patin untuk mengisi kolam, karena 2 jenis ikan ini memiliki kebiasaan makan yang banyak. Efeknya, produksi kotoran juga banyak, sehingga kebutuhan pohon durian akan pupuk terpenuhi sebanyak 20 – 30 persen. Selain itu, lele dan patin bisa dipanen 3 bulan sekali.
”Dalam skala 1 hektar bisa ditanam 100 pohon dengan jarak 10 meter x 10 meter, dan bisa masuk 25 kolam bioflok ukuran 3 meter. Satu kolam bisa untuk 4 pohon,” jelas Anna.
Di sela-sela pohon durian dan kolam ditanami tanaman pertanian seperti cabai, terong, tomat, talas, atau lainnya yang sifatnya tidak mengganggu tanaman utama. Semisal memilih cabai sebagai tanaman sela tersebut, di bulan ke-2 masa tanam sudah bisa panen.
”Cabai bisa dipanen 3 kali dalam 1 minggu. Artinya kebutuhan uang harian sudah tertutupi dari hasil tanam cabai ini. Dari 3 produk itu saja, kebutuhan harian, bulanan, dan tahunan bagi petani sudah bisa terjawab,” lanjutnya.
Di kawasan tersebut kemudian juga dibangun industri pengolahan makanan atau minuman berbahan baku durian. Buah durian yang kurang bagus untuk dijual fresh bisa dipakai sebagai bahan produk turunan ini.
Beternak kambing juga memungkinkan dilakukan di kawasan kebun durian. Satu hektar lahan bisa untuk memelihara 50 ekor – 100 ekor kambing. Kotoran kambing bisa dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik untuk durian. Selain itu, setiap 3 bulan bisa mendapat keuntungan ekonomi dari penjualan kambing.
Selanjutnya, sebuah pusat pembelajaran durian premium, didirikan di kawasan tersebut. Masyarakat yang ingin belajar budidaya durian musangking, black thorn, bawor, super tembaga, atau tupaiking dengan benar bisa mengunduh ilmu secara cepat di sini.
”Pusat studi itu semacam sekolah atau training cepat untuk melahirkan petani durian premium. Harapannya petani durian premium bisa menjadi pilihan profesi yang seksi dan menarik,” jelas Anna.
Ia mengandaikan, bila ada anak muda umur 18 tahun yang baru lulus SLTA mulai menanam durian, akan memetik hasilnya saat dia selesai kuliah. Bila dia menanam 10 pohon, pada usia 23 tahun, dia sudah mulai menghasilkan Rp. 200 juta – Rp. 300 juta per tahun atau Rp. 16 juta – Rp. 25 juta per bulan. Bila 100 pohon hasilnya Rp. 167 juta – Rp. 250 juta per bulan.
”Bagi yang karena suatu alasan tidak bisa melanjutkan kuliah, ia bisa langsung menjadi petani durian premium. Pekerjaan halal apa yang bisa hasilkan Rp. 167 juta – Rp. 250 juta per bulan? Menjadi petani durian premium yang ulet dan tekun serta sungguh-sungguh jawabannya,” ujar Anna.
Menurut Anna, menanam juga memiliki makna ekonomis, ekologis, teologis, rekreatif, dan kesehatan. Maka di kawasan perkebunan durian yang dibangunnya juga akan menjadi agroeduwisata, pusat kuliner, lembaga keuangan, dan pesantren.
Agroeduwisata akan berdampak mutual melahirkan kegiatan ekonomi produktif termasuk produk-produk UMKM di kawasan tersebut. Pusat kulinernya berupa toko, warung, atau resto yang menyediakan makanan-makanan berbahan baku durian, ikan, dan daging kambing.
Terakhir, dalam konsep Anna, di kawasan tersebut juga akan didirikan lembaga ekonomi keuangan mikro berbasis syariah sebagai pilar penopang kegiatan ekonomi produktif di atas. Dibangun pula pesantren tahfidz dan SMK pertanian/perkebunan.
”Sekolah ini fokus mencetak ’santripreuneur’, santri yang hafal Alqur’an dan memiliki keahlian khusus soal bisnis durian dari hulu sampai hilir secara profesional,” pungkas Anna. HK