
Oleh : Christanto Wahyu*
Amanat.news – Desember 2024 lalu, saat pelaksanaan Workshop DPRD PAN se-Indonesia di Surabaya, Ketum PAN Zulkifli Hasan mengumumkan bergabungnya empat menteri Kabinet Merah Putih dalam keluarga besar PAN.
Mereka adalah, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandi, Menteri Perdagangan Budi Santoso, serta Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.
Dengan demikian, total terdapat sembilan kader PAN yang kini menduduki posisi strategis dalam pemerintahan, sebuah pencapaian yang belum pernah diraih partai ini sejak berdiri pada 23 Agustus 1998 silam.
Beberapa pihak memandang bahwa komposisi terbesar ini bisa menjadi peluang emas bagi PAN untuk memperkuat eksistensinya dan menjadi partai yang lebih besar di kancah politik nasional.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Aditya Nugraha, menyatakan bahwa dominasi kader sebuah partai dalam kabinet sering kali berbanding lurus dengan peluang partai tersebut untuk berkembang. “Dengan banyaknya kader yang menduduki posisi kunci di pemerintahan, PAN memiliki kesempatan untuk memperluas pengaruhnya, baik di tingkat eksekutif maupun di masyarakat. Namun, peluang ini harus dimanfaatkan dengan menunjukkan kinerja yang baik,” ungkapnya. Dr. Aditya juga menekankan bahwa keberhasilan partai dalam memanfaatkan momentum ini akan sangat bergantung pada integritas dan dedikasi para kader dalam menjalankan tugasnya.
Fakta lain yang mendukung potensi kebesaran PAN datang dari survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Desember 2024. Survei tersebut menunjukkan bahwa 68% responden menilai kinerja menteri yang berasal dari satu partai akan memengaruhi citra partai tersebut. Lebih dari 40% responden juga percaya bahwa keberadaan banyak kader partai di kabinet meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap partai tersebut, selama mereka mampu menunjukkan hasil nyata.
Situasi ini menjadi peluang besar sekaligus tantangan bagi PAN. Di satu sisi, akan memiliki akses lebih luas untuk memperjuangkan program-program yang sesuai dengan visi dan misi partai. Di sisi lain, PAN juga akan berada di bawah sorotan publik, yang menuntut hasil konkret dari kebijakan yang diimplementasikan para kadernya.
Jika kader-kader PAN mampu menjawab tantangan ini dengan kinerja yang cemerlang, bukan tidak mungkin partai ini akan semakin mengukuhkan posisinya sebagai salah satu kekuatan politik utama di Indonesia. Namun, sejarah politik Indonesia juga memberikan pelajaran penting. Tidak semua partai yang memiliki banyak kader di kabinet mampu menjaga momentum kebesarannya, karena gagal memenuhi ekspetasi publik.
Satu Kata Satu Hati
Melihat momentum emas sekaligus tantangan di depan, rasanya kader PAN Jatim memang perlu untuk menengok dan memahami kembali tagline “Satu Kata Satu Hati” yang selalu diserukan oleh Ketua DPW PAN Jawa Timur, Ahmad Rizki Sadig, dalam setiap kesempatan.
Di beberapa pertemuan, Ketua DPW PAN Jatim, Ahmad Rizki Sadig, mengungkapkan bahwa hal tersebut bukan sekadar retorika, melainkan landasan filosofis yang mengedepankan keselarasan antara ucapan, niat, dan tindakan dalam praktik kerja politik.
Prinsip ini, menurut Rizki Sadig, bukan sekadar prinsip moral, tetapi juga fondasi utama yang menentukan keberhasilan seorang politisi atau partai politik dalam meraih kepercayaan publik. Konsistensi antara ucapan dan tindakan membangun kredibilitas, meningkatkan legitimasi, dan memperkuat hubungan antara pemimpin politik dengan masyarakat.
Kepercayaan publik adalah aset terpenting dalam politik. Menurut teori kontrak sosial dari Jean-Jacques Rousseau, legitimasi kekuasaan berasal dari kesepakatan masyarakat untuk menyerahkan sebagian kebebasan mereka kepada pemimpin yang mereka percayai akan memperjuangkan kepentingan bersama. Ketika seorang politisi atau partai tidak konsisten antara ucapan dan tindakan, kontrak sosial ini terancam karena masyarakat merasa dikhianati.
Selain itu, teori komunikasi politik dari Harold Lasswell menekankan bahwa pesan yang konsisten lebih efektif dalam membangun hubungan dengan audiens. Dalam konteks politik, inkonsistensi menciptakan disonansi kognitif di benak masyarakat, yaitu ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, yang pada akhirnya merusak kepercayaan.
Dalam dunia politik, konsistensi antara ucapan dan tindakan adalah salah satu pilar utama yang harus dijaga untuk membangun kepercayaan masyarakat.
Mengucapkan sesuatu yang tidak dapat dilakukan adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan. Sebaliknya, memilih untuk tidak mengucapkan hal-hal yang dirasa tidak mampu dilakukan justru bisa menunjukkan sikap kejujuran dan integritas. Konsep seperti inilah yang hendak ditekankan oleh Ketua DPW PAN Jatim, Rizki Sadig, dalam tagline ‘Satu Kata Satu Hati’.
Di tengah arus informasi yang begitu cepat dan luas, masyarakat saat ini semakin kritis terhadap perilaku para elit politik. Ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan akan dengan cepat terungkap dan menjadi sorotan publik. Oleh karena itu, menjaga konsistensi bukan hanya soal moral, tetapi juga kebutuhan strategis untuk mempertahankan legitimasi dan kepercayaan dalam era keterbukaan informasi.
Seiring Sepemahaman
Dalam dinamika kehidupan partai politik, menjaga nilai bersama merupakan fondasi yang tidak dapat ditawar. Sudah semestinya jika Kader PAN jatim yang selama kurun 5 tahun belakang berada dalam payung ‘Satu kata Satu Hati’ yang sama, memiliki cara pandang dan cara gerak yang selaras dalam menjalankan roda organisasi.
Tawaran-tawaran yang tampak menggiurkan, namun melenceng dari nilai-nilai ‘Satu Kata Satu Hati’, sering kali menjadi ujian bagi integritas seorang kader.
Ketika satu kader mengabaikan prinsip organisasi demi kepentingan pribadinya, dampaknya tidak hanya merusak reputasi individu tersebut, tetapi juga menyeret seluruh organisasi ke dalam krisis kepercayaan. Publik cenderung melihat organisasi sebagai satu kesatuan, bukan sekadar kumpulan individu.
Apalagi, dalam era arus informasi yang begitu pesat seperti saat ini, setiap tindakan individu, terutama anggota yang menonjol atau memegang posisi penting, akan mudah diketahui oleh publik.
Oleh karena itu, berpikir ulang terhadap setiap keputusan pribadi—khususnya yang melibatkan kompromi nilai—adalah langkah penting untuk memastikan bahwa organisasi tetap berada di jalur yang benar. Keputusan impulsif yang didorong oleh ego pribadi atau godaan keuntungan jangka pendek hanya akan menciptakan keretakan yang sulit diperbaiki. Sebagai anggota organisasi, setiap kader harus memahami bahwa mereka tidak hanya membawa nama pribadi, tetapi juga membawa citra dan kredibilitas organisasi.
Keselarasan ini, dalam konsep ‘Satu Kata Satu Hati’, bukan berarti meniadakan ruang diskusi atau perbedaan pendapat, tetapi perbedaan tersebut harus dikelola dalam kerangka visi dan misi yang telah disepakati bersama. Dengan cara ini, partai politik dapat bergerak secara kolektif, memastikan setiap langkah strategis mendukung tujuan bersama, dan menjaga kepercayaan publik yang menjadi modal utama dalam menuju momentum emas kebesaran partai.
Akhirnya, menjaga nilai bersama bukan hanya tentang mencapai target politik semata, tetapi juga tentang membangun kepercayaan, reputasi, dan legitimasi partai sebagai entitas yang layak dipercaya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Kesadaran ini harus tertanam dalam diri setiap kader partai, menjadikannya landasan dalam setiap langkah dan keputusan yang diambil.
Dengan ‘Satu Kata Satu Hati’, momentum emas ini bisa jadi pijakan strategis bagi kebesaran PAN dalam sejarah politik Indonesia.//*media center PAN Jatim