Amanat.news – Ketua DPW PAN Jawa Timur sekaligus anggota DPR RI, Ahmad Rizki Sadig, menilai tudingan yang menyudutkan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas banjir di Sumatera tidak memiliki dasar kuat. Ia menegaskan, selama menjabat Menteri Kehutanan (2009–2014), Zulkifli Hasan justru melakukan reformasi besar untuk memperbaiki tata kelola hutan nasional.
Menurut Rizki, Zulkifli Hasan—yang menjabat Menteri Kehutanan pada periode 2009–2014—justru melakukan serangkaian reformasi penting dalam tata kelola kawasan hutan, yang pada masa itu menjadi instrumen strategis dalam agenda pembangunan nasional pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Pak Zul memperkuat transparansi perizinan, memperluas perhutanan sosial, dan menekan penebangan liar. Menyebut kebijakan beliau sebagai penyebab banjir jelas keliru,” kata Rizki, Selasa (4/12).
Rizki menjelaskan, di era Presiden SBY, perizinan hutan mulai dilakukan secara online dengan pengawasan KPK—sebuah langkah yang memotong birokrasi dan mencegah korupsi perizinan. Kebijakan ini juga menjadi instrumen penting untuk menjaga keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat dalam kerangka RPJPN.
Di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan, Kementerian Kehutanan menjalankan berbagai program pro-lingkungan seperti Gerakan Penanaman Satu Miliar Pohon, Kebun Bibit Rakyat (KBR), Hutan Edukasi, hingga One Ticket One Tree bekerja sama dengan Garuda Indonesia. Ia juga menerbitkan PP 10/2010 yang mewajibkan reboisasi dengan skema 1:2 bagi pelaku usaha non-kehutanan.
Rizki menyebut, data Badan Pusat Statistik bahkan menunjukkan perbaikan ketimpangan penguasaan lahan, dengan turunnya rasio gini dari 0,72 (2003) menjadi 0,68 (2013).
“Rekam jejak ini jelas. Banyak program yang dampaknya masih dirasakan sampai sekarang. Bahkan berbagai lembaga memberi apresiasi, termasuk Tokoh Perubahan Republika dan Bintang Jasa Mahaputra Adipradana,” ujarnya.
Rizki mengingatkan, narasi yang mempolitisasi bencana hanya mengaburkan fokus utama: penanganan korban dan perbaikan mitigasi ke depan. “Jangan menarik kesimpulan tanpa melihat fakta dan capaian sebenarnya,” kata Rizki.
“Mustahil seseorang menerima penghargaan konservasi harimau Sumatra, lalu bertahun kemudian justru dituduh sebagai penyebab kerusakan yang memicu banjir di Sumatra,” ujar Rizki.
Rizki mengingatkan publik untuk berhati-hati terhadap narasi yang mempolitisasi musibah. Menurutnya, persoalan tata kelola dan penegakan hukum di dalamnya, serta bencana banjir terkait dengan koordinasi lintas stakeholder.
“Persoalan yang tengah berlangsung saat ini tidak sesederhana menunjuk satu orang. Ini terkait tata kelola, penegakan hukum, dan koordinasi lintas stakeholder. Jangan tarik kesimpulan yang memelintir fakta,” tegasnya.
Ia berharap diskusi publik kembali berfokus pada penanganan korban dan upaya mitigasi bencana ke depan.//
