Oleh : Christanto Wahyu*)
Muswil VI Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) Jawa Timur baru usai semalam, dan melahirkan sosok baru sebagai nakhoda: Roki Wardoyo, yang memperoleh mandat bukan melalui kesepakatan sunyi di ruang tertutup, melainkan lewat mekanisme voting, sebuah prosedur yang dalam kultur organisasi anak muda, justru menjadi simbol ketegasan.
Sebelum pelaksanaan voting, ruang musyawarah sempat diharapkan menjadi ruang penyatuan pandangan, namun berjalan buntu. Pada titik itu, sebagian orang mungkin tergoda menyimpulkan bahwa kegagalan mencapai mufakat merupakan bukti bahwa forum kehilangan kedewasaannya.
Tetapi pengalaman semalam justru menunjukkan hal sebaliknya: gagal mencapai mufakat bukan berarti kegagalan kedewasaan; justru ia menandai hadirnya dinamika sehat dalam suatu komunitas yang berusaha jujur pada perbedaan.
Jürgen Habermas pernah menulis bahwa komunikasi yang rasional membutuhkan keberanian untuk memperlihatkan ketidaksepakatan tanpa rasa takut. Muswil BM PAN Jatim, dalam konteks ini, memperlihatkan energi yang persis demikian.
Anak-anak muda ini tidak sedang gagal bermufakat; mereka sedang belajar mengalami musyawarah dalam bentuknya yang paling otentik: ruang yang mengakui bahwa manusia membawa aspirasi dan preferensi yang berbeda, yang tak selalu dapat dipertemukan melalui kompromi verbal.
Apalagi, sifat khas anak muda senantiasa tidak nyaman dengan kesepakatan yang terlalu rapi, kesepakatan yang terasa seperti dirakit lebih dulu sebelum forum dimulai.
Proses yang Dilepas
Muswil BM PAN Jatim membuktikan bahwa metode voting bukan bentuk ‘jalan pintas’; ia justru meneguhkan legitimasi. Dengan voting, setiap peserta memiliki peran yang jelas, hak yang setara, dan tanggung jawab atas hasilnya. Tidak ada lagi ruang bagi prasangka bahwa proses ini adalah titipan, arahan, atau perintah khusus.
Poin ini menjadi semakin relevan dengan sambutan pembukaan Ketua DPW PAN Jawa Timur, Ahmad Rizki Sadig. Ia menegaskan bahwa Muswil BM PAN harus dilepas seluas-luasnya sebagai ruang anak muda untuk berproses.
Ia bahkan mengaku merindukan dinamika perdebatan, adu gagasan, ketegangan berstrategi. yang sering kali justru hilang dari forum-forum organisasi ketika semuanya terlalu diatur. Pesannya jelas: anak muda seharusnya tidak hidup dalam bayang-bayang arahan; kreativitas justru lahir dari keberanian menghadapi ketidakpastian.
Dan Muswil semalam, dengan segala proses yang berlangsung, adalah bentuk paling nyata dari ruang yang “dilepas”— ruang di mana proses terjadi bukan karena diarahkan, tetapi karena dikelola bersama oleh mereka yang berkepentingan.
Karakter Jawa Timur
Dalam konteks kultur Jawa Timur, dinamika dalam Muswil VI BM PAN Jawa Timur memiliki warna khas tersendiri. Masyarakat Jawa Timur terkenal apa adanya, tegas, berani bicara langsung, dan tidak berputar-putar. Proses dukung-mendukung semalam tidak pernah menjelma menjadi permusuhan. Suasana panas selalu diimbangi humor.
Karakter Jawa Timur memang demikian : intens di tengah proses, cair di akhir keputusan.
Pada akhirnya, Muswil BM PAN Jawa Timur tidak hanya menghasilkan ketua baru; ia menghasilkan kesadaran baru bahwa demokrasi internal tidak harus menjadi ritual yang kering. Ia bisa hidup, riuh, penuh humor, penuh pertarungan strategi dan argumen, namun tetap berujung pada rekonsiliasi yang tulus. Dan mungkin di situlah letak kematangan politik generasi muda: bukan pada mulusnya proses, tetapi pada kemampuan untuk tetap tersenyum setelah melalui perbedaan.//
*) Bidang Strategis dan Komunikasi DPW PAN Jawa Timur
