
Amanat.news – PAN menilai putusan Mahkaman Konstitusi (MK) terkait pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Serang, aneh dan janggal. Meski begitu, PAN menghormati putusan MK dan siap menghadapi pemungutan suara ulang (PSU).
“Masyarakat tahu bahwa pasangan Ratu-Najib jauh unggul di atas pasangan lawan. Ratu Najib kemarin mendapatkan suara 598.654 suara, sedangkan lawannya hanya memperoleh 254.494 suara. Pasangan Ratu-Najib unggul lebih dua kali lipat,” ujar Wakil Ketua Umum PAN Saleh Partaonan Daulay dalam keterangannya seperti dikutip detik.com, Selasa (25/2/2025).
Saleh menyayangkan kemenangan pasangan Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib Hamas disebut karena pengaruh Yandri Susanto. Menurutnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes/PDTT) itu bahkan tidak pernah tampil terang-terangan dalam kampanye Ratu-Najib.
“Mas Yandri itu tahu UU pemilu. Beliau itu, ikut membahas UU tersebut. Tidak hanya itu, beliau bahkan adalah wakil ketua pansusnya di kala itu. Jadi aneh betul kalau keberadaan beliau sebagai menteri malah dianggap sebagai dasar untuk menganulir kemenangan pasangan Ratu-Najib,” ungkap Saleh.
Meski kecewa, Saleh mengatakan bahwa PAN menerima putusan MK tersebut. PAN akan menggerakkan lagi tim yang ada untuk memenangkan pasangan Ratu dan Najib.
Saleh mengungkapkan, tim pemenangan Ratu dan Najib sampai saat ini masih ada dan aktif. Tim tersebut akan menunggu arahan dari pimpinan dan partai untuk kembali bergerak.
“Kami yakin, masyarakat akan berpihak pada pasangan Ratu-Najib. Malah, bisa jadi dukungan akan semakin besar. Orang sekarang sudah cerdas dan bijaksana. Mengerti mana yang betul-betul ingin berjuang dan berkorban untuk masyarakat,” kata Saleh.
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan hasil Pilbup Serang 2024. MK meminta KPU menggelar pemungutan suara ulang di semua TPS di wilayah Kabupaten Serang.
Dalam pertimbangannya, MK menemukan adanya ketidaknetralan aparat kepala desa yang mempengaruhi pemenangan pasangan calon nomor urut 2 Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib Hamas.
“Berkenaan dengan hal tersebut, Mahkamah meyakini bahwa ketidaknetralan aparat kepala desa yang melakukan pernyataan dukungan kepada pasangan calon nomor urut 2 dalam batas penalaran yang wajar bukan sekadar pelanggaran UU 6/2014 sebagaimana yang dinyatakan Bawaslu, namun ketidaknetralan tersebut juga merupakan bentuk pelanggaran yang dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu, sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 71 ayat (1) UU 10/2016,” kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih. HK