Amanat.news – Fraksi PAN DPRD Jawa Timur menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2026 menjadi Peraturan Daerah. Sejumlah pokok pendapat mendasari persetujuan tersebut.
Persetujuan Fraksi PAN tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur tentang pendapat akhir fraksi terhadap Raperda APBD Provinsi Jawa Timur, Sabtu (15/11/2025).
“Maka dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim, Fraksi PAN menyatakan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2026, menjadi Peraturan Daerah,” ucap Juru Bicara Fraksi PAN, Dr. H. Suli Da’im,SM., S.Pd., MM.
Sebelum menyatakan menyetujui, Fraksi PAN memaparkan sejumlah pokok pendapat. Pertama, APBD 2026 diproyeksikan turun menjadi Rp. 26,3 triliun dari Rp. 28,4 triliun pada 2025 akibat pemangkasan transfer pusat. Kondisi ini menurunkan kapasitas fiskal, sehingga belanja rutin dan seremoni harus ditekan.
“Prioritas anggaran dialihkan pada program yang berdampak langsung bagi masyarakat serta IKU terkait kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” kata Suli Da’im.
Kedua, pentingnya penciptaan iklim yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkeadilan: layanan pemerintahan, prioritas pembangunan, kemudahan berusaha, kepastian hukum, serta peran negara melalui bansos dan subsidi. Semua ini memerlukan kolaborasi, termasuk pengawasan DPRD.
Ketiga, perangkat daerah/UPT pemungut pajak harus meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan, terutama PKB dan BBNKB. Apalagi layanan kini semakin online, sehingga tidak memerlukan penambahan atau pembangunan infrastruktur maupun pegawai.
Keempat, diversifikasi pendapatan perlu diperkuat melalui peningkatan dividen dan peran ekonomi BUMD. Fraksi PAN mendorong transparansi ‘anak-cucu; BUMD agar kinerjanya sehat dan dikelola talenta terbaik.
“BLUD, terutama RS, harus lebih efisien tanpa mengurangi kualitas layanan agar operasional lebih ringan dan pendapatan lebih optimal,” jelas Suli Da’im.
Kelima, pendapatan yang menurun berdampak terhadap perencanaan dan prioriats program dalam koridor perencanaan pembangunan Daerah (RPJMD). Karena itu ada beberapa catatan, yaitu belanja ATK, renovasi, dan non layanan publik dialihkan ke program berdampak langsung dan pencapaian IKU.
Kemudian dengan infrastruktur turun 50%, maka diprioritaskan pada proyek yang memberi manfaat luas seperti layanan publik, agro, pangan, dan kebutuhan dasar. Serta belanja modal terbatas seperti balai latihan kerja dan infrakstruktur pertanian, perkebunan, dan nelayan.
“Catatan selanjutnya, kesejahteraan rakyat tetap prioritas; kesehatan dan pendidikan harus efisien dan tepat sasaran. Wajib belajar 12 tahun didukung, termasuk penambahan BPOPP untuk sekolah swasta,” ungkap Suli Da’im.
Keenam, penyelenggara pemerintahan dan pembangunan melalui birokrasi pemerintahan harus menekan biaya belanja pegawai sesuai batas 30% APBD. Sementara peningkatan kompetensi, profesionalisme, dan teknologi perlu diperkuat.
“Rekruitmen ASN harus menghasilkan talenta yang tepat agar birokrasi Jawa Timur tidak terbebani di masa depan,” lanjut Suli Da’im.
Ketujuh, berkaitan kebijakan makan siang gratis atau bergizi, Fraksi PAN meminta Gubernur untuk mempersiapkan secara cermat. Simulasi pelaksanaannya juga harus disampaikan ke DPRD sehingga DPRD dapat berperan dalam perbaikan, sekaligus memastikan kelompok sasaran yang tepat dan berdampak terhadap tujuan dari program tersebut.
“Oleh karena program ini butuh anggaran besar, maka monitoring, evaluasi harus dilakukan secara ekstra, termasuk pengawasan oleh DPRD,” ujarnya.
Terakhir, berkaitan SILPA 2024 sebesar Rp. 1,508 Triliun, Fraksi PAN meminta Gubenur untuk memperbaiki mekanisme monitoring internal. Fraksi PAN juga memandang perlu adanya intensitas frekuensi penyampaian laporan kepada DPRD.
“Sehingga kita tidak pada ujungnya baru mengetahui besaran SILPA. Hal ini penting pula Ketika kebijakan perubahan APBD dapat direncanakan secara cermat bukan sekedar untuk serapan,” ucap Suli. HK
