Amanat.news – Fraksi PAN DPRD Jawa Timur meminta Pemprov Jatim memperkuat kapasitas para pendidik dalam proses belajar mengajar. Hal ini sebagai upaya untuk mencegah guru-guru tersangkut perkara hukum dan munculnya kenakalan di kalangan siswa sekolah.
Pernyataan Fraksi PAN tersebut disampaikan melalui pandangan fraksi dalam Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur tentang Raperda Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak, Senin (26/5/2025). Fraksi PAN menyampaikan, Raperda tersebut harus memuat aturan tentang penguatan kapasitas para pendidik.
“Fraksi PAN meminta perhatian tentang hal ini untuk diatur, sehingga pendidik mempunyai peran yang dapat dilakukan dengan kapasitas yang memadai. Kita tidak ingin anak-anak nakal dikirim ke barak militer, karena keluarga dan sekolah takut mendisiplinkan,” kata juru bicara Fraksi PAN, Husnul Aqib.
Fraksi PAN berpandangan, upaya penguatan perlindungan perempuan dan anak merupakan keharusan dan menjadi komitmen bersama. Namun dalam dunia pendidikan upaya ini harus juga diikuti dengan penguatan kapasitas kepada para pendidik dalam proses belajar mengajar.
Menurut Fraksi PAN, pendisiplinan yang ditujukan sebagai upaya pembangunan karakter kadang dianggap sebagai tindak kekerasan. Akibatnya, proses pendidikan menjadi sekadar kegiatan transformasi ilmu alias hanya mengajar mata pelajaran.
“Kita tidak ingin guru-guru mulia ini tersangkut hukum yang lahir dari proses belajar mengajar, tetapi juga kita tidak ingin anak-anak nakal hadir karena kita takut mendisiplinkan,” ujar Husnul Aqib.
Selain soal penguatan kapasitas pendidik, Fraksi PAN juga menyoroti enam hal lain terkait isi Raperda. Di antaranya mengenai besaran alokasi dan peruntukan anggaran serta pengaturan sanksi.
Mengenai alokasi dan peruntukan anggaran, Fraksi PAN ingin memperoleh gambaran perkembangan alokasi anggaran dalam urusan ini sebelumnya setiap tahun. Sebab, Fraksi PAN memandang implementasi perlindungan perempuan dan anak melibatkan masyarakat dan organisasi masyarakat.
“Sehingga kami perlu memperoleh informasi APBD yang telah dialokasikan untuk urusan ini yang diberikan dalam bentuk hibah kepada masyarakat dan sejauh mana hal ini berdampak terhadap tujuan pelindungan perempuan dan anak,” papar Husnul Aqib.
Kemudian mengenai pengaturan sanksi, Fraksi PAN melihat bahwa Raperda ini pada dasarnya bersifat afirmatif, programatik dan fasilitatif. Sehingga, tidak ada pengaturan sanksi bila terjadi pelanggaran hak-hak perempuan dan anak karena tidak ada pelembagaan penegakannya di daerah (provinsi).
“Fraksi PAN menghargai hal tersebut namun perlu untuk dipikirkan adanya alternatif sanksi yang dapat diperankan penegakannya oleh Pemerintah Daerah, yang sifatnya komplementer dengan penegakan lainnya,” jelas Ketua Fraksi PAN DPRD Jawa Timur itu. HK
